Pasca Reses, Komisi III DPR Bentuk Panja Mesuji
Pada pertemuan Tim Komisi III dengan Kapolda dan Muspida Lampung Sabtu malam (17/12) yang berlangsung di Mapolda Lampung telah disepakati tidak mengambil kesimpulan, dikarenakan belum cukup data. “Pada rapat ini kita tidak mengambil kesimpulan, karena data-data yang belum cukup,” Ucap Wakil Ketua Komisi III DPR RI Azis Syamsuddin (F-PG).
Pertemuan yang dinyatakan sebagai rapat kerja itu berbagai pertanyaan dari anggota Komisi III yang belum sempat dijawab akan dijawab secara tertulis. Pada pertemuan yang berlangsung hingga pukul 23.15 WIB ini, atas usulan setiap Fraksi dan disetujui Ketua Tim Azis Syamsuddin, akhirnya disepakati akan membentuk Panitia Kerja (Panja) terhadap kasus Mesuji ini dan kasus-kasus serupa yang terjadi di seluruh tanah air.
Dalam keterangannya, pemerintah daerah dan masyarakat Lampung menyatakan sangat terpukul akan kejadian tersebut, seolah-olah telah terjadi pembantaian manusia di wilayah mereka, yang sesungguhnya tidak seperti yang digambarkan di media. Dari verifikasi yang dilakukan Tim Komisi III, tidak ditemukan korban tewas yang disebut-sebut mencapai 30 orang.
“Kejadian di Lampung adalah bentrokan masyarakat dengan aparat kepolisian yang menjaga perusahan tersebut yang mengakibatkan 2 orang meninggal di 2 lokasi yang berbeda. Konteksnya sengketa lahan perkebunan," ungkap anggota Komisi III Ahmad Yani (F-PPP). Di Kab. Mesuji provinsi Lampung terjadi sengketa lahan antara warga dengan PT Silva Inhutani dan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI) bermasalah dengan warga asli di Kecamatan Mesuji, Lampung.
Peristiwa yang terjadi di Desa Sodong Kec. Mesuji Kab. Ogan Komiring Ilir (OKI), Sumsel pada April 2011, berawal dari warga yang lewat berpapasan dengan sekuriti, kemudian terjadi cekcok sampai 2 orang menjadi korban, seorang di antaranya lehernya hampir putus. Hal ini menimbulkan kemarahan masyarakat, dalam penyerbuan balik, berkibat ada tambahan lagi orang perusahaan yang tewas," jelas dia.
"Proses hukum kasus Mesuji Sumsel sudah berjalan, masyarakat juga sudah difasilitasi mengadakan pertemuan dan sudah mulai ada titik temu, tentang dijanjikan menjadi petani plasma. Suasananya cukup kondusif," tuturnya. Mengenai video mencekam yang beredar di masyarakat, Yani menegaskan tidak semuanya benar dan tidak juga salah.
Yani menambahkan, Panja diperlukan karena ini berkaitan dengan penegakan hukum di bidang pertanahan, perkebunan dan kehutanan. Masalah ini melibatkan hak tanah ulayat, masalah perizinan dan janji perusahaan yang akan menjadikan warga asli sebagai petani plasma. Para warga asli yang hidup di hutan sejak puluhan tahun, tapi tidak diberikan identitas KTP. “Pemda seharusnya bisa memfasilitasi hal ini,” tukasnya.
Pada kunjungan kali ini, Tim Komisi III DPR RI juga melakukan peninjauan lapangan ke lokasi di Register 45 di Kabupaten Mesuji, Lampung dan Sungai Sodong di Kec. Mesuji Kab. OKI Sumsel, pada Sabtu dan Minggu, 17-18 Desember 2011 kemarin.
Anggota Komisi III Martin Hutabarat (F-Gerindra) mengatakan jumlah korban tindak kekerasan di Mesuji masih belum jelas. "Soal korban kekerasan itu jumlahnya macam-macam. Hasil rapat kami sampai malam, menurut polisi ada dua korban jiwa yang di Mesuji Lampung, kalau menurut masyarakat ada banyak, kalau pengacaranya dia bilang 13 orang," tuturnya.
Lebih lanjut Martin mengatakan, persoalan di Mesuji ini sudah berlangsung lama. Masalahnya pun klasik, yakni protes warga terhadap penguasaan lahan oleh perusahaan asing yang berlebihan. Salah satu perusahaan asing itu adalah PT Silva Inhutani asal Malaysia. Perusahaan ini menguasai lahan sangat luas di Lampung. PT Silva Inhutani mendapat izin hutan industri seluas 33.500 ha. Kemudian pada tahun 2002 izin ditarik kembali namun sudah meluas menjadi 42.600 ha. Selain itu ada juga PT BSMI. Perusahaan-perusahaan ini diprotes warga karena menyalahgunakan lahan. Pertikaian pun tak dapat dihindarkan.
Martin menjelaskan, dari peninjauan lapangan tersebut, Komisi III menyimpulkan sementara, kasus Mesuji bermula dari persoalan tanah yang berlarut-larut dan tidak selesai sehingga menimbulkan konflik berkepanjangan antara warga masyarakat dengan perusahaan swasta. (Roy.Tvp)